Perempuan dengan Belanja
adalah Raga dengan Jiwanya
Sebagai perempuan tentu saja tidak terlepas dari bagian perbelanjaan yang meski akan menyita waktu tentu saja menyenangkan. Narasi ini bukan hanya untuk dibagikan sebagai pembelajaran namun juga sebagai pengingat untuk saya sendiri. Entah bagaimana memulainya karena saya sendiri pun dikenal memiliki predikat tukang belanja. Alasan dilabelkannya gelar tersebut karena selalu berjodoh dengan pedagang tangan pertama sehingga seringkali memperoleh harga yang lebih murah. Tapi pada akhirnya saya coba mengeluarkan pemikiran saya mengenai berbelanja secara bijaksana ya mom..
Konsep cuci mata yang biasanya akan di lakukan pada saat akhir pekan di pusat perbelanjaan bisa berakhir memborong karena lapar mata. Apalagi kala diskon menggoda untuk barang-barang favorit kita, misalnya brand parfum kesayangan, mebel yang lucu, atau baju limited edition. Penyesalan yang datang terlambat sayangnya tidak dapat mengembalikan ke kondisi semula, meski saat ini sudah ada IKEA yang menerima pengembalian barang jika kita tidak cocok. Belum lagi cuci mata yang dilakukan di era digital ini dengan variasi barang dan harga ditambahkan dengan mudahnya kita melakukan klik maka otomatis kita bisa berbelanja tanpa perlu bersusah payah....
Saya coba mengangkat diskusi mengenai lapar mata....
Kasus lapar mata perlu mempertimbangkan beberapa hal:
1) Pemasukan yang kita miliki
2) Kebutuhan pokok sudah terpenuhi
3) Urgensi untuk membeli brand tersebut, waktu tersebut..
Jadi setidaknya membutuhkan waktu kurang lebih 5 -10 menit untuk mengambil keputusan dalam membeli barang. Kata-kata yang selalu diingatkan oleh suami adalah "tokonya ga kemana-mana" juga membantu untuk memikirkan ulang gentingnya membelanjakan barang.
Hal lain yang cukup ekstrim juga bisa dilakukan adalah....
Membeli barang dengan grade terbaik meski dengan harga yang cukup mencekik.. Alasanya adalah seiring dengan kegiatan cuci mata yang biasanya juga akan dilakukan via media online kita tidak akan tertarik dengan barang dengan brade dibawahnya..
Teorinya kepuasan sudah mencapai kejenuhan dan ketika ditawarkan barang dengan grade dibawahnya secara psikologis tidak tertarik lagi untuk membelinya...
Atau ada nasehat lain yang saya temukan di mediaonline adalah ketikakita memikirkan barang tersebut mari kita memikirkan apel.. Jika kta masih memiliki keinginan memakan apel dari pada menginginkan barang tersebut maka dorongan berbelanja sebenarnya hanya lapar mata saja... (untuk yang ini saya belum menemukan justifikasinya.
Semoga cerita perjuangan melawan lapar mata ini bisa bermanfaat untuk yang membaca. Sekali lagi hal ini juga adalah bagian dari ilmu yang ingin saya sampaikan untuk Nanda dan Nindy kelak agar bahkan lebih bijak lagi dibandingkan Ibunya mengatasi cuci mata, lapar mata.
#mata#RBMenulis#IPJakarta#Writober#laparmata
Iya Mba, benar. Suka sekali dengan tulisan ini, saya juga perlu mulai bijak dalam berbelanja nih.. Terima kasih, Mama Nanda & Nindy, sharingnya bermanfaat :D
ReplyDelete